MAKALAH UNSAFE ABORTION
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pengakhiran
kehamilan yang tidak aman menurut WHO yaitu pengakhiran kehamilan yang tidak
dikehendaki dengan cara yang mempunyai resiko tinggi terhadap keselamatan jiwa
perempuan tersebut sebab dilakukan oleh individu yang tidak mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan yang sangat diperlukan, serta memakai peralatan
yang tidak memenuhi persyaratan minimal bagi suatu tindakan medis tersebut.
Tindakan
unsafe abortion seperti ini diperkirakan banyak dilakukan keluarga miskin yang
tidak ingin menambah anak. Tanpa mereka sadari, unsafe abortion dapat
menimbulkan gangguan pada kesehatan reproduksi bahkan mengakibatkan kematian
bagi kaum ibu.
WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kejadian
aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) (WHO, 2010). Sekitar 13% dari
jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi aborsi
yang tidak aman. 95% (19 dari setiap 20 tindak aborsi tidak aman) di antaranya
terjadi di negara-negara berkembang.
Tindakan
unsafe abortion yang sering dilakukan wanita seperti melakukan kekerasan fisik
seperti berlari, naik sepeda atau naik kuda. Jika tindakan pertama tidak
berhasil, maka wanita tersebut melakukan tindakan kedua dengan cara mengonsumsi
obat-obatan yang dapat menggugurkan kandungan. Misalnya, wanita tersebut
sengaja mengonsumsi obat-obatan yang dilarang untuk wanita hamil. Bisa juga
dengan cara mengonsumsi obat tradisional seperti nenas muda.
Akibat dari
tindakan yang tidak aman tersebut akan memberikan resiko infeksi, perdarahan,
sisa hasil konsepsi yang tertinggal di dalam rahim dan perforasi yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kematian apabila tidak mendapatkan pertolongan yang
segera, sehingga kejadian tersebut harus dicegah dengan memberikan pendidikan
dan pelayanan kesehatan yang berkukalitas.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah
ini, adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi
unsafe abortion?
2. Apa penyebab
unsafe abortion?
3. Apa saja
metode yang dilakukan untuk unsafe abortion?
4. Apa saja
ciri-ciri unsafe abortion?
5. Bagaimana dampak unsafe abortion?
6. Apa
komplikasi dari unsafe abortio?
7. Bagaimana
hukum unsafe abortion?
8. Bagaimana
peran bidan dalam menangani unsafe abortion?
9. Bagaimana
kriteria yang baik untuk unsafe abortion?
1.2
Tujuan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui dan
memahami tentang bercak unsafe abortion dan penatalaksanaan dari unsafe
abortion.
2. Tujuan
khusus
a. Menjelaskan
definisi unsafe abortion.
b. Menjelaskan
penyebab unsafe abortion.
c. Menyebutkan
metode yang dilakukan untuk unsafe abortion
d. Menyebutkan
ciri-ciri unsafe abortion.
e. Menjelaskan
dampak unsafe abortion.
f.
Menjelaskan komplikasi unsafe abortion
g. Menjelaskan
hukum unsafe abortion
h. Menjelaskan
peran bidan dalam menangani unsafe abortion
i.
Menjelaskan kriteria yang baik untuk unsafe abortion.
1.3 Manfaat
1.
Bagi masyarakat
Agar masyarakat mengetahui tentang penyebab dan dampak
dari unsafe abortion.
2.
Bagi peneliti
Mengetahui dan menambah wawasan serta pengetahuan
tentang unsafe abortion.
3.
Bagi institusi
Memberikan penambahan informasi tentang unsafe
abortion khususnya bagi institusi kesehatan agar dapat mengetahui tentang
unsafe abortion dan cara mencegahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Pengakhiran kehamilan yang tidak
aman menurut WHO yaitu pengakhiran kehamilan yang tidak dikehendaki dengan cara
yang mempunyai resiko tinggi terhadap keselamatan jiwa perempuan tersebut sebab
dilakukan oleh individu yang tidak mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang
sangat diperlukan, serta memakai peralatan yang tidak memenuhi persyaratan
minimal bagi suatu tindakan medis tersebut.
Aborsi tidak aman (Unsafe Abortion)
adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak
terlatih/kompeten dan menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga
menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian. (Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI).
Unsafe abortion adalah upaya untuk
terminasi kehamilan muda dimana pelaksanaan tindakan tersebut tidak mempunyai
cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan
keselamatan jiwa pasien. (Behrman Kliegman, 2000:167).
Dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan
Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis
tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari tindakan medis
tertentu itu, hanya disebutkan syarat untuk melakukan tindakan medis tertentu.
Berdasarkan UU Kesehatan RI No. 36
Thn 2009, Pasal 75 bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi dapat
dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan media yang dideteksi sejak usia
dini kehamilan dan aturan ini diperkuat dengan Pasal 77 yang berisi pemerintah
wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 mengenai tindakan aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab sera bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dengan demikian pengertian aborsi
yang didefinisikan sebagai tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan atau
bayinya (pasal 15 UU Kesehatan) adalah pengertian yang sangat rancu dan
membingungkan masyarakat dan kalangan medis.
2.2
Penyebab
Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak
tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan
tanpa indikasi medis, seperti :
1.
Alasan kesehatan, dimana ibu tidak cukup sehat untuk
hamil.
2.
Alasan psikososial, dimana ibu tidak sendiri tidak
punya anak lagi.
3.
Kehamilan di luar nikah.
4.
Masalah ekonomi, menambah anak akan menambah beban
ekonomi.
5.
Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit
turunan.
6.
Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan.
7.
Kegagalan pemakaian alat kontrasepsi.
2.3
Metode
Metode aborsi yang tidak aman yang
umumnya digunakan di berbagai negara bervariasi, dari metode teknik medis
lanjut yang digunakan oleh dokter sampai teknik tradisional berbahaya yang
digunakan oleh dukun, teman, atau tetangga yang menolong atau oleh wanita hamil
itu sendiri.
Untuk para pelaku abortus yang tidak profesional, upaya yang dilakukan antara
lain adalah memasukkan cairan ke dalam uterus. Cairan yang digunakan
bervariasi, mulai dari air sabun sampai disinfektan rumah tangga yang
dimasukkan melalui semprotan ataupun alat suntik. Di beberapa negara juga
menggunakan pasta yang bersifat abortif yang mengandung zat iritatif. Sediaan
jamu dan obat-obatan per oral juga sering digunakan. Berbagai jamu dan obat
yang diduga bersifat abortif dapat ditemukan di pasaran bebas di negara-negara
berkembang. Di Bangladesh, obat-obat tersebut kemungkinan mengandung air raksa.
Metode lain yang relatif lebih
berbahaya adalah memasukkan alat atau benda asing ke dalam rongga rahim. Di
India digunakan pucuk wortel yang telah dikeringkan; di Philipin alat tesebut
adalah pisang atau daun tumbuh-tumbuhan lokal kalachulchi. Di Ghana, digunakan
ranting pohon comelina yang jika dimasukkan ke dalam rahim akan menyerap air
dan mengembang membuka leher rahim serta menyebabkan abortus. Jenis lain adalah
tanaman Jatropha yang mengandung bahan kimia korosif yang dapat menyebabkan
abortus.
Di Amerika latin, upaya abortus
dilakukan dengan memasukkan ujung kateter yang lentur ke dalam rongga rahim.
Ujung yang lain diikatkan di pangkal paha. Wanita tersebut kemudian disuruh
berjalan sehingga ujung kateter yang berada di dalam rongga rahim
bergoyang-goyang menggangu isi rahim dan merangsang abortus. Ada pula yang
menggunakan cairan kina yang toksik pada bayi dan si ibu. Ada juga para wanita
yang melakukan sendiri dengan memasukkan plastik berongga ke dalam rongga
rahim, kemudian memasukkan alat atau kawat melalui plastik tersebut untuk
mengorek rongga rahim.
2.4
Ciri – Ciri
1.
Dilakukan oleh tenaga medis atau non medis
2.
Kurangnya pengetahuan baik pelaku ataupun tenaga
pelaksana
3.
Kurangnya fasilitas dan sarana
4.
Status illegal
2.5
Dampak
1.
Dampak sosial
Biaya lebih banyak, dilakukan
secara sembunyi - sembunyi.
2.
Dampak kesehatan
Bahaya bagi ibu bisa terjadi
perdarahan dan infeksi.
3.
Dampak
psikologis
Trauma
2.6
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi
akibat tindakan-tindakan yang tidak aman terhadap kehamilan yang tidak
diinginkan misalnya dengan melakukan abortus provokatus oleh dukun, dengan
meminum jamu-jamuan, ramuan.
Pengakhiran kehamilan yang tidak
aman menurut WHO yaitu pengakhiran kehamilan yang tidak dikehendaki dengan cara
yang mempunyai resiko tinggi terhadap keselamatan jiwa perempuan tersebut sebab
dilakukan oleh individu yang tidak mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang
sangat diperlukan, serta memakai peralatan yang tidak memenuhi persyaratan
minimal bagi suatu tindakan medis tersebut.
Akibat dari tindakan yang tidak aman
tersebut akan memberikan resiko infeksi, perdarahan, sisa hasil konsepsi yang
tertinggal di dalam rahim dan perforasi yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kematian apabila tidak mendapatkan pertolongan yang segera.
Tingginya AKI mengindikasikan masih
rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk dan secara tidak langsung
mencerminkan kegagalan pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi risiko
kematian ibu. Peningkatan kualitas perempuan merupakan salah satu syarat
pembangunan sumber daya manusia.
Strategi untuk menurunkan risiko
kematian karena aborsi tidak aman adalah dengan menurunkan ‘demand’ perempuan
terhadap aborsi tidak aman. Ini dapat dimungkinkan bila pemerintah mampu
menyediakan fasilitas keluarga berencana yang berkualitas dilengkapi dengan
konseling.
Konseling keluarga berencana
dimaksudkan untuk membimbing klien melalui komunikasi dan pemberian informasi
yang obyektif untuk membuat keputusan tentang penggunaan salah satu metode
kontrasepsi yang memadukan aspek kesehatan dan keinginan klien, tanpa
menghakimi. Bagi remaja yang belum menikah, perlu dibekali dengan
pendidikan seks sedini mungkin sejak mereka mulai bertanya mengenai seks.
Namun, perlu disadari bahwa risiko terjadinya kehamilan selalu ada, sekalipun
pasangan menggunakan kontrasepsi. Bila akses terhadap pelayanan aborsi
yang aman tetap tidak tersedia, maka akan selalu ada ‘demand’ perempuan terhadap
aborsi tidak aman.
2.7
Hukum
Menurut KUHP orang yang dapat
dihukum adalah orang yang menggugurkan kandungan seorang wanita, juga wanita
yang digugurkan kandungannya. Sedangkan dalam praktek yang tidak dihukum adalah
dokter yang melakukan aborsi dengan indikasi medis, yaitu dengan tujuan untuk
menyelamatkan jiwa atau menjaga kesehatan wanita yang bersangkutan.
Persoalannya, Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) kita yang merupakan peninggalan masa kolonialisasi Belanda
melarang keras dilakukannya aborsi dengan alasan apapun sebagaimana diatur
dalam pasal 283, 299 serta pasal 346 – 349. Bahkan pasal 299 intinya mengancam
hukuman pidana penjara maksimal empat tahun kepada siapa saja yang memberi
harapan kepada seorang perempuan bahwa kandungannya dapat digugurkan.
2.8
Peran Bidan
1.
Sex education
2.
Bekerja sama
dengan tokoh agama dalam pendidikan keagamaan
3.
Peningkatan
sumber daya manusia
4.
Penyuluhan
tentang abortus dan bahayanya.
2.9
Kriteria Aborsi
yang Aman
1.
Dilakukan oleh
pekerja kesehatan yang benar-benar terlatih dan berpengalaman melakukan aborsi
2.
Pelaksanaannya
mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak.
3.
Dilakukan dalam
kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus steril atau
tidak tercemar kuman dan bakteri.
4.
Dilakukan
kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat haid.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1
Kasus
Kasus aborsi
yang berujung kematian terjadi di Kediri. NS (21), warga Dusun Gegeran,
Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggunggurkan
janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat
perangsang oleh bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula ketika NS diketahui
mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan S (38), warga Desa Tempurejo,
Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah
dari perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan NS dan S.
Panik
melihat kekasihnya hamil, S memutuskan untuk menggunggurkan janin tersebut atas
persetujuan NS. Selanjutnya, keduanya mendatangi EP (40), yang sehari-hari
berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu
diambil setelah S mendengar informasi jika bidan EP kerap menerima jasa
pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya
EP sempat menolak permintaan S dan NS dengan alasan keamanan. Namun akhirnya ia
menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp 2.000.000. metode yang
dipergunakan EP cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat pemicu kontraksi Oxytocin
Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke
tubuh NS. Menurut pengakuan EP, pasien yang disuntik obat tersebut akan
mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya. EP juga
mengatakan jika efek kontraksinya akan muncul 6 jam setelah disuntik.
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, NS terlihat mengalami kontraksi
yang hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh S menuju
rumahnya, NS terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi
organ intimnya terus mengeluarkan darah.
Warga yang
melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskesmas Puncu. Namun karena
kondisi korban kritis, korban dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas
medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan NS hingga meninggal pada
hari Sabtu pukul 23.00 WIB
Petugas yang
mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi S di Rumah Sakit. Setelah
mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekukan EP di
rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya,
petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini EP
berikut S diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian NS.
Lamin (50), ayah NS yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan
kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini NS belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia
meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.
Akibat perbuatan tersebut, EP diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan.
Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis
atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23
tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama EP membuka praktik aborsi tersebut.
3.2
Pembahasan
Pada kasus di atas dijelaskan
bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal. Kasus diatas berawal
dari pasangan yang melakukan hubungan gelap (perselingkuhan) yang mengakibatkan
si wanita hamil. Pria dan wanita sepakat untuk menggugurkan kandungan yang
berumur 3 bulan itu ke bidan. Bidan menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut
dengan imbalan Rp 2.000.000,00.
Semua tenaga kesehatan wajib
mengucap sumpah janji ketika lulus dari pendidikan. Salah satu isi sumpah janji
tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sabaik-baiknya menurut undang-undang
yang berlaku. Tetapi pada kasus ini bidan E melanggar sumpah tersebut.
Bidan dengan sengaja memberikan suntikan oxytocin duradril 1,5 cc yang dicampur
dengan cynano balamin. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita
tersebut dan berakhir dengan kematian.
Kasus aborsi di atas termasuk kasus
pidana, karena adanya aduan dari ayah korban yang meminta kepada polisi untuk
mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Kasus ini mengakibatkan
bidan E terjerat pasal 348 KUHP tentang pembunuhan dan melanggar Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada Undang-undang yang baru yaitu
Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009.
Menurut Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 bidan E bisa dijerat dengan Pasal 80 dengan
ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan
menurut pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 dijerat
dengan pasal 194 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Aborsi tidak aman (Unsafe Abortion)
adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak
terlatih/kompeten dan menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga
menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian. Aborsi tidak aman tidak selalu
sama dengan aborsi ilegal. Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak
tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai.
Masalahnya tiap perempuan mempunyai
alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan hukum pun terlihat tidak akomodatif
terhadap alasan-alasan tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat
perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi
berakibat pada banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe abortion).
4.2
Saran
1.
Untuk menurunkan angka kejadian unsafe abortion
diperlukan peran bidan di komunitas dengan memberikan health education mengenai
bahaya aborsi
2.
Bidan di komunitas bisa bekerjasama dengan tokoh agama
dan tokoh masyarakat untuk menekan adanya unsafe abortion
3.
Bidan harus bisa menjunjung tinggi kode etik kebidanan
dengan tidak melakukan aborsi atas indikasi nonmedis.
DAFTAR PUSTAKA
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan
Anak (Nelson Textbook of Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan
Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga
Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pusat Promosi Kesehatan
Syafrudin.
2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.
Yulifah,
Rita. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.
Komentar
Posting Komentar