Adaptasi Bayi Baru Lahir, Pencegahan Infeksi, Rawat Gabung
Disusun oleh :
Ina Sholikhatin
SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA
PRODI D-III KEBIDANAN
PRODI D-III KEBIDANAN
Jl. P.
Diponegoro No. 17 Tuban 62313 Tlp (0356) 321287 Fax (0356) 333237
Email : admin@stikesnu.com , info@stikesnu.com
Email : admin@stikesnu.com , info@stikesnu.com
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra
Sekolah “Adaptasi Bayi Baru Lahir” tepat
pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Eva
Silviana R., SST.,M.Kes selaku Dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
2. Ibu Mertvina
Brigita, STr.Keb selaku dosen
pembimbing.
Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan,
bahasa, ataupun penulisan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen pembimbing guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Tuban, 30 November 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ...............................................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ..................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................
2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Adaptasi Bayi Baru Lahir .................................................................................
3
2.2 Sistem Kardiovaskuler .....................................................................................
4
2.3 Sistem Termoregulasi .......................................................................................
5
2.4 Sistem Pernafasan ............................................................................................
7
2.5 Pencegahan Infeksi ..........................................................................................
9
2.3 Rawat Gabung .................................................................................................
14
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan ......................................................................................................
21
3.2 Saran ................................................................................................................
21
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai seorang
bidan harus mampu memahami tentang beberapa adaptasi atau perubahan fisiologi
bayi baru lahir (BBL). Hal ini sebagai
dasar dalam memberikan asuhan kebidanan yang tepat. Setelah lahir, BBL harus
mampu beradaptasi dari keadaan yang sangat tergantung (plasenta) menjadi
mandiri secara fisiologi. Setelah lahir, bayi harus mendapatkan oksigen melalui
sistem sirkulasi pernapasannya sendiri, mendapatkan nutrisi
per oral untuk mempertahankan kadar gula darah yang cukup, mengatur
suhu tubuh dan melawan setiap penyakit /infeksi.
Periode
adaptasi ini disebut sebagai periode transisi, yaitu dari kehidupan di dalam
rahim ke kehidupan di luar rahim. Periode ini berlagsung sampai 1
bulan atau lebih. Transisi yang paling cepat terjadi adalah pada sistem
pernapasan, sirkulasi darah, termoregulasi, dan kemampuan dalam mengambil dan
menggunakan glukosa.
Pada saat
lahir, bayi baru lahir akan mengalami masa yang paling dinamis dari seluruh
siklus kehidupan. Bayi mengalami suatu proses perubahan dikenal sebagai periode
transisi yaitu periode yang dimulai ketika bayi keluar dari tubuh ibu harus
beradaptasi dari keadaan yang sangat bergantung menjadi mandiri secara
fisiologis, selama beberapa minggu untuk sistem organ tertentu.
Jadi adaptasi
merupakan suatu penyesuaian bayi baru lahir dari dalam uterus
keluar uterus, prosesnya disebut periode transisi atau masa
transisi. Secara keseluruhan, adaptasi diluar uterus harus merupakan
sebagai proses berkesinambungan yang terjadi selama keseluruhan. Maka pada
setiap kelahiran, bidan harus memikirkan tentang faktor-faktor kehamilan
atau persalinan yang dapat menyebabkan gangguan pada jam-jam pertama kehidupan
diluar rahim seperti partus lama, trauma lahir, infeksi, keluar
mekunium, penggunaan obat-obatan.
Bidan mempunyai tanggung jawab terhadap ibu
dan bayi baru lahir, tidak hanya melewati fase kehidupan dalam uterus menuju
kehidupan luar uterus seaman mungkin, tetapi juga adaptasi fisik
terhadap kehidupan luar uterus. Oleh karena itu bidan harus mengetahui bagaimana
proses adaptasi bayi baru lahir, memfasilitasi proses adaptasi tersebut
sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan yang tepat untuk melahirkan bayi
baru lahir yang sehat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu adaptasi bayi baru lahir
2. Bagaimana adaptasi bayi baru lahir pada
sistem kardiovaskuler ?
3. Bagaimana adaptasi bayi baru lahir
pada sistem termoregulasi ?
4. Bagaimana adaptasi bayi baru lahir
pada sistem pernafasan?
5. Bagaimana pencegahan infeksi pada
bayi baru lahir?
6. Apa itu rawat gabung?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mengetahui tentang
adaptasi bayi baru lahir.
2. Agar maasiswa mengetahui tentang
adaptasi bayi baru lahir pada sistem kardiovaskuler.
3. Agar mahasiswa mengetahui tentang
adaptasi bayi baru lahir pada sistem
termoregulasi.
4. Agar mahasiswa mengetahui tentang
adaptasi bayi baru lahir pada sistem pernafasan.
5. Agar mahasiswa mengetahui tentang
pencegahan infeksi pada bayi baru lahir.
6. Agar mahasiswa mengetahui tentang
rawat gabung.
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Adaptasi Bayi Baru Lahir
Adaptasi fisiologi
neonatus merupakan ilmu yang mempelajari fungsi dan proses vital neonatus dan
juga mempelajari tentang penyesuaian yang terjadi pada bayi baru lahir.
Neonatus adalah inividu yang baru saja mengalami proses kelahiran dan harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin, selain itu,
neonatus adalah individu yang sedang tumbuh.
Saat
lahir, bayi baru lahir harus beradaptasi dari keadaan yang sangat tergantung
menjadi mandiri. Banayak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang semula
berada dalam lingkungan interna ke lingkungan eksterna . saat ini bayi tersebut
harus dapat oksigen melalui sistem sirkulasi pernapasannya sendiri, mendapatkan
nutrisi oral untuk mempertahankankadar gula yang cukup, mengatur suhu tubuh dan
melawan setiap penyakit.
Periode adaptasi terdahadap kehidupan diluar
rahim disebut periode transisi . periode ini berlangsung hingga 1 bulan
atau lebih setelah kelahiran untuk beberapa sistem tubuh.Transisi yang paling
nyata dan cepat terjadi adalah pada sistem pernafasan dan sirkulasi,sistem
termoregulasi dan dalam kemampuan mengambil serta menggunakan glukosa.
Bayi
baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir dengan kehamilan dinyatakan cukup
bulan (aterm) yaitu 37 – 42 minggu. Bayi baru lahir normal harus menjalani proses
adaptasi dari kehidupan di dalam rahim (intrauterine) ke kehidupan di luar
rahim (ekstrauterin). Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi baru lahir
sangat penting sebagai dasar dalam memberikan asuhan.
Sebagai
seorang tenaga kesehatan, bidan harus mampu memahami tentang beberapa adaptasi
atau perubahan fisiologi bayi baru lahir (BBL). Hal ini sebagai dasar dalam
memberikan asuhan kebidanan yang tepat. Setelah lahir, BBL harus mampu
beradaptasi dari keadaan yang sangat tergantung (plasenta) menjadi mandiri
secara fisiologi. Setelah lahir, bayi harus mendapatkan oksigen melalui sistem
sirkulasi pernapasannya sendiri, mendapatkan nutrisi per oral untuk
mempertahankan kadar gula darah yang cukup, mengatur suhu tubuh dan melawan
setiap penyakit /infeksi.
2. 2 Sistem Kardiovaskuler
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus
melewati paru untuk mengambil oksigen dan bersirkulasi ke seluruh tubuh guna
menghantarkan oksigen ke jaringan. Agar terbentuk sirkulasi yang baik guna
mendukung kehidupan luar rahim, terjadi dua perubahan besar, yaitu :
1.
Penutupan foramen ovale pada atrium
paru dan aorta
2.
Penutupan duktus arteriosus antara
arteri paru dan aorta
Perubahan sirkulasi ini terjadi akibat
perubahan tekanan pada seluruh sistem pembuluh darah tubuh. Jadi, perubahan
tekanan tersebut langsung berpengaruh paada aliran darah. Oksigen menyebabkan
system pembuluh mengubah tekanan dengan cara mengurangi atau meningkatkan
resistensinya sehingga mengubah aliran darah.
Dua peristiwa yang mengubah tekanan
dalam pembuluh darah :
1)
Pada saat tali pusat dipotong,
resistensi pembuluh darah sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan menurun.
Aliran darah menuju atrium kanan berkurang sehingga menyebabkan penurunan
volume dan tekanan pada atrium tersebut. Kedua kejadian ini membantu darah yang
miskin oksigen mengalir ke paru untuk menjalani proses oksigenasi ulang.
2)
Pernapasan pertama menurunkan
resistensi pembuluh darah paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen
pada pernapasan pertama ini menimbulkan relaksasi sistem pembuluh darah paru.
Peningkatan sirkulasi ke paru mengakibatkan peningkatan pembuluh darah dan
tekanan pada atrium kanan. Dengan peningkatan tekanan atrium kanan dan
penurunan tekanan atrium kiri, foramen ovale secara fungsional akan menutup.
Dengan pernapasan, kadar oksigen dalam
darah meningkat. Akibatnya duktus arteriosus mengalami konstriksi dan menutup
dalam waktu 8-10 jam setelah bayi lahir. Vena umbilikus, duktus venosus, dan
arteri hipogastrika pada tali pusat menutup secara fungsional dalam beberapa
menit setelah bayi lahir dan setelah tali pusat di klem. Penutupan anatomi
jaringan fibrosa berlangsung dalam 2-3 bulan.
Total volume darah yang bersirkulasi
pada saat bayi lahir adlah 80 ml/kg berat badan. Akan tetapi, jumlah ini dapat
meningkat jika tali pusat tidak dipotong pada waktu lahir. Kadar hemoglobin
tinggi (15-20 gr/dl), 70% adalah Hb janin. Perubahan Hb janin menjadi Hb dewasa
yang terjadi di rahim selesai dalam 1-2 tahun kehidupan.
2. 3 Sistem Termoregulasi
Bayi baru lahir belum dapat mengatur
suhu tubuh mereka, sehingga akan mengalami stress dengan adanya
perubahan-perubahan lingkungan. Pada saat bayi meninggalkan lingkungan rahim
ibu yang hangat, bayi tersebut kemudian masuk ke dalam lingkungan ruang bersalin
yang jauh lebih dingin. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban menguap lewat
kulit, sehingga mendinginkan darah bayi.
Pada lingkungan yang dingin, pembentukan
suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang
kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa
menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat terdapat di seluruh
tubuh, dan mereka mampu meningkatkan panas tubuh sampai 100 %. Untuk membakar
lemak coklat, seorang bayi harus menggunakan glukosa guna mendapatkan energi
yang akan mengubah lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi
ulang oleh bayi baru lahir dan cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu
singkat dengan adanya stress dingin. Semakin lama usia kehamilan, semakin
banyak persediaan lemak coklat bayi.
Jika seorang bayi kedinginan, dia akan
mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia dan asidosis. Oleh karena itu, upaya
pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama dan bidan berkewajiban
untuk meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir.
Disebut sebagai hipotermia bila suhu tubuh
turun dibawah 360 C. Suhu normal pada neonatus adalah 36 5
– 370 C.
Bayi baru lahir mudah sekali terkena hipotermia yang disebabkan oleh:
1)
Pusat pengaturan suhu tubuh pada
bayi belum berfungsi dengan sempurna
2)
Permukaan tubuh bayi relative lebih
luas
3)
Tubuh bayi terlalu kecil untuk
memproduksi dan menyimpan panas
4)
Bayi belum mampu mengatur possisi
tubuh dan pakaiannya agar ia tidak kedinginan.
Hipotermia dapat terjadi setiap saat
apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tidak
diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6 – 12 jam
pertama setelah lahir. Misal: bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang
selama menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan disekitar bayi cukup
hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
-
Gejala hipotermia:
a.
Sejalan dengan menurunnya suhu
tubuh, bayi menjadi kurang aktif, letargis, hipotonus, tidak kuat menghisap ASI
dan menangis lemah.
b.
Pernapasan megap-megap dan lambat,
denyut jantung menurun.
c.
Timbul sklerema : kulit mengeras
berwarna kemerahan terutama dibagian punggung, tungkai dan lengan.
d.
Muka bayi berwarna merah terang
e.
Hipotermia menyebabkan terjadinya
perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung,
perdarahan terutama pada paru-paru, ikterus dan kematian.
-
Mekanisme terjadinya Hipotermia:
Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena penurunan suhu tubuh yang
dapat terjadi melalui:
a)
Radiasi : Yaitu panas tubuh bayi
memancar kelingkungan sekitar bayi yang lebih dingin, misal : BBL diletakkan
ditempat yang dingin.
b)
Evaporasi : Yaitu cairan/air ketuban
yang membasahi kulit bayi menguap, misal : BBL tidak langsung dikeringkan dari
air ketuban.
c)
Konduksi : Yaitu pindahnya panas
tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih
dingin, misal : popok/celana basah tidak langsung diganti.
d)
Konveksi : Yaitu hilangnya panas
tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi, misal : BBL diletakkan dekat
pintu/jendela terbuka.
2. 4 Sistem Pernafasan
1.
Perkembangan paru-paru
Paru-paru
berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang dan kemudian
bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini terus
berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah
bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan adanya bukti gerakan napas sepanjang trimester kedua dan ketiga
(Varney’s, halaman 1). Ketidakmatangan paru-paru terutama akan mengurangi
peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia kehamilan 24 minggu,
yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan system
kapiler paru-paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan.
2.
Awal adanya nafas
Dua faktor yang berperan pada rangsangan napas pertama bayi.
a.
Hipoksia pada akhir persalinan dan
rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernapasan di
otak.
b.
Tekanan terhadap rongga dada, yang
terjadi karena kompresi paru-paru selama persalinan, yang merangsang masuknya
udara kedalam paru-paru secara mekanis.
Interaksi
antara sistem pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat menimbulkan
pernapasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk
kehidupan. Jadi system-sistem harus berfungsi secara normal.
3.
Surfaktan dan upaya respirasi untuk
bernafas
Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk
:
a.
Mengeluarkan cairan dalam paru-paru.
b.
Mengembangkan jaringan alveolus
paru-paru untuk pertama kali.
Agar
alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran darah
ke paru-paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan jumlahnya
akan meningkat sampai paru-paru matang sekitar 30-34 minggu kehamilan. Surfaktan
ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding
alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan
Tanpa
surfaktan, alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan,
yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Peningkatan kebutuhan energi ini
memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan
ini menyebabkan stress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.
4.
Dari cairan menuju udara
Bayi cukup bulan, mempunyai cairan di
dalam paru-parunya. Pada saat bayi melalui jalan lahir selama persalinan,
sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Seorang bayi yang
dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga
dada ini dan dapat menderita paru-paru basah dalam jangka waktu lebih lama.
Dengan beberapa kali tarikan napas pertama, udara memenuhi ruangan trakea dan
bronkus bayi baru lahir. Dengan sisa cairan di dalam paru-paru dikeluarkan dari
paru dan diserap oleh pembuluh limfe dan darah. Semua alveolus paru-paru akan
berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.
5.
Funsi system pernapasan dalam kaitanya dengan
fungsi kardiovaskuler
Oksigenasi yang memadai merupakan
factor yang sangat penting dalam mempertahankan kecukupan pertukaran udara.
Jika terdapat hipoksia, pembuluh darah paru-paru akan mengalami
vasokonstriksi. Pengerutan pembuluh ini berarti tidak ada pembuluh darah yang
terbuka guna menerima oksigen yang berada dalam alveoli, sehingga menyebabkan
penurunan oksigenasi jaringan, yang akan memperburuk hipoksia.
Peningkatan aliran darah paru-paru
akan memperlancar pertukaran gas dalam alveolus dan menghilangkan cairan
paru-paru. Peningkatan aliran darah ke paru-paru akan mendorong terjadinya
peningkatan sirkulasi limfe dan membantu menghilangkan cairan paru-paru dan
merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi luar rahim.
2. 5 Pencegahan Infeksi
Menurut Dewi (2010) pencegahan
infeksi merupakan bagian terpenting dari setiap komponen perawatan pada bayi
baru lahir (BBL) yang sangat rentan terhadap infeksi karena sistem imunitasnya
yang masih belum sempurna.
Menurut Muslihatun (2010), pencegahan
infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada bayi baru
lahir (BBL) karena BBL sangat rentan
terhadap infeksi. Pada saat penanganan BBL, pastikan penolong untuk melakukan
tindakan pencegahan infeksi.
1.
Kewaspadaan
Pencegahan Infeksi
Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencegah
penyebaran infeksi (Sudarti dan Khoirunnisa, 2010):
a. Anggaplah
setiap orang (pasien atau karyawan) berpotensi menularkan infeksi.
b. Cuci tangan
atau gunakan cairan cuci tangan dengan basis alcohol sebelum dan sesudah
merawat bayi.
c. Gunakan
sarung tangan bila melakukan tindakan.
d. Pakai
pakaian pelindung (misalnya celemek atau gaun dan lain-lain) bila diperkirakan
akan terjadi kontak dengan darah dan cairan tubuh lainnya.
e. Bersihkan
dan bila perlu lakukan disinfeksi peralatan dan barang yang digunakan sebelum
didaur ulang.
f. Bersihkan
ruang perawatan pasien.
g. Letakkan
bayi yang mungkin dapat mengkontaminasi lingkungan (misal bayi dengan diare
yang infeksius) di dalam ruang khusus.
2. Perlengkapan Perlindungan Diri
a. Bila mungkin
pakai sepatu tertutup, jangan telanjang kaki.
b. Bila sarung
tangan diperlukan untuk melakukan tindakan, gunakan sepasang sarung tangan
setelah digunakan.
c. Sarung
tangan sekali pakai sangat dianjurkan dibeberapa tempat karena keterbatasan
sarana. Sarung tangna untuk tindakan bedah dapat dipakai tindakan ulang setelah
:
1) Dilakukan
kontaminasi dengan merendam di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
2) Disterilkan
dengan autoklaf untuk membunuh organism atau DTT dengan direbus atau dikukus.
3) Tidak boleh
lebih dari 3 kali karena dikhawatirkan terjadi robekan yang tidak dilihat
(Sudarti dan Khoirunnisa, 2010).
3. Perwatan Umum
a) Gunakan
sarung tangan atau celemek plastic atau karet waktu memegang bayi baru lahir
sampai dengan kulit bayi bersih dari darah dan mekonium dan cairan.
b) Bersihkan
darah dan cairan tubuh bayi lainnya dengan menggunakan kapas yang direndam
dalam air hangat kemudian keringkan.
c) Bershkan
pantat dan daerah sekitar anus bayi setiap selesai mengganti popok atau setiap
diperlukan dengan menggunakan kapas yang direndam air hangat, air larutan sabun
dan kemudian dikeringkan dengan hati-hati.
d) Gunakan
sarung tangan waktu merawat tali pusat.
e) Ajari ibu
merawat payudara dan cara mengurangi trauma pada payudara dan putting susu agar
tidak terjadi mastitis (Sudarti dan Khoirunnisa, 2010.
4.
Teknik
Aseptik untuk Melakukan Tindakan
Tindakan untuk mengurangi atau
menghilangkan jumlah mikroorganisme di kulit, jaringan atau benda mati ke
tingkat yang lebih aman melalui cara (Sudarti dan Khoirunnisa, 2010) :
a) Cuci tangan
selama 3-5 menit dengan menggunakan sikat lembut dan sabun antiseptik.
b) Kenakan
sarung tangan steril atau sarung tangan yang di desinfeksi tingkat tinggi
(DTT).
c) Siapkan
kulit untuk melakukan tindakan dengan mencuci menggunakan cairan antiseptic
dengan gerakan melingkar, dari sentral ke luar seperti membentuk spiral.
d) Bila
ragu-ragu apakah peralatannya terkaontaminasi atau tidak anggaplah sudah
terkontaminasi.
5.
Alat dan Instrumen
Table Petunjuk memproses atau
membersihkan alat
Instrument/Alat
|
Petunjuk Memproses
|
Thermometer
|
Basuh
dengan klorin 0,5% sesudah digunakan
|
Balon dan
sungkup resusitasi
|
-
Basuh permukaan yang terpapar dengan menggunakan kain kasa yang direndam
alkohol 90% atau klorin 0,5%.
-
Cuci dengan sabun dan air.
|
Alat
pengisap dan kateter
|
-
Rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit sebelum dibersihkan.
-
Cuci dengan sabun dan air mengalir.
-
Sterilkan atau DTT.
|
Pipa
lambung untuk member minum
|
-
Rendam di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit sebelum dibersihkan.
-
Cuci dengan sabun dan air mengalir.
-
Sterilkan atau DTT.
|
Prong
nasal dan kateter
|
-
Rendam di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit sebelum dibersihkan.
-
Cuci dengan sabun dan air mengalir.
-
Sterilkan atau DTT
|
Oxygen
headbox
|
Cuci dengan sabun dan air mengalir
|
6.
Cara
Pencegahan Infeksi pada Bayi Baru Lahir
Tindakan
pencegahan infeksi pada bayi baru lahir, adalah sebagai berikut ini :
a) Mencuci
tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak dengan bayi.
b)
Memakai sarung tangan bersih pada
saat menangani bayi yang belum dimandikan.
c)
Memastikan semua peralatan, termasuk
klem gunting dan benang tali pusat telah didisinfeksi tingkat tinggi atau
steril. Jika menggunakan bola karet penghisap, pakai yang bersih dan baru.
Jangan menggunakan bola karet penghisap untuk lebih dari satu bayi.
d)
Memastikan bahwa semua pakaian,
handuk, selimut serta kain yang digunakan untuk bayi telah dalam keadaan
bersih.
e)
Memastikan bahwa timbangan, pita
pengukur, thermometer, stetoskop, dan benda-benda lainnya yang akan bersentuhan
dengan bayi dalam keadaan bersih (dekontaminasi dan cuci setiap kali setelah
digunakan).
f)
Menganjurkan ibu menjaga kebersihan
diri, terutama payudaranya dengan mandi setiap hari (putting susu tidak boleh
disabun).
g)
Membersihkan muka, pantat dan tali
pusat bayi baru lahir dengan air bersih, hangat dan sabun setiap hari.
h)
Menjaga bayi dari orang-orang yang
menderita infeksi dan memastikan orang yang memegang bayi sudah cuci tangan
sebelumnya (Muslihatun,2010).
Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi pada
BBL adalah :
a.
Pencegahan infeksi pada tali pusat
Upaya ini dilakukan dengan cara
merawat tali pusat yang berarti menjaga agar luka tersebut tetap bersih, tidak
terkena air kencing, kotoran bayi atau tanah. Pemakaian popok bayi diletakkan
di sebgalah bawah tali pusat. Apabila tali pusat kotor, cuci luka tali pusat
dengan air bersih yang mengalir dan sabun, segera dikeringkan dengan kain kasa
kering dna dibungkus dengan kasa tipis yang steril dan kering. Dilarang
membubuhkan atau mengoleskan ramuan, abu dapur dan sebagainya pada luka tali
pusat, sebab kaan menyebabkan infeksi dan tetanus yang dapat berakhir dengna
kematian neonatal. Tanda-tanda infeksi tali pusat yang harus diwaspadai, antara
lain kulit sekitar tali pusat berwarna kemerahan, ada pus/nanah dan berbau
busuk. Mengawasi dan seger melaporkan ke dokter jika pada tali pusat ditemukan
perdarahan, pembengkakan, keluar cairan, tampak merah atau berbau busuk
b. Pencegahan
infeksi pada kulit
Beberapa cara yang diketahui dapat
mencegah terjadinya infeksi pada kulit BBL atau penyakit infeksi lain adalah
meletakkan bayi di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dna bayi,
sehingga menyebabkan terjadinya kolonisasi mikroorganisme yang ada di kulit dan
saluran pencernaan bayi dengna mikroorganisme ibu yang cenderung bersifat
nonpatogen, serta adanya zat antibody bayi yang sudah terbentuk dan terkandung
dalam air susu ibu (ASI).
c. Pencegahan
infeksi pada mata BBL
Cara mencegah infeksi pada mata BBL
adalah merawat mata BBL dengan mencuci tangan terlebih dahulu, membersihkan
kedua mata bai segera setelah lahir dengna kapas atau sapu tangan halus dan
bersih yang telah dibersihkan dengan air hangat. Dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir, berikan salep/obat tetes mata untuk mencegah oftalmia neonatorum
(tetrasiklin 1%, eritromisin 0,5% atau nitras argensi 1%), biarkan obat tetap
pada mata bayi dan obat yang ada di sekitar mata jangan dibersihkan. Setelah
selesai merawat mata bayi, cuci tangna kembali. Keterlambatan memberikan salep
mata, misalnya BBL diberi salep mata setelah lewat 1 jam setelah lahir,
merupakan sebab tersering kegagalan upaya pencegahan infeksi pada mata BBL.
d. Imunisasi
Pada daerah risiko tinggi infeksi
tuberculosis, imunisasi BCG harus diberikan pada bayi segera setelah lahir.
Pemberian dosis pertama tetes polio dianjurkan pada bayi segera setelah lahir
atau pada umur 2 minggu. Maksud pemberian imunisasi polio secara dini adalah
untuk meningkatkan perlindungan awal. Imunisasi hepatitis B sudah merupakan
program nasional, meskipun pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Pada
daerah risiko tinggi, pemberian imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada bayi
segera setelah lahir.
Umur Bayi
|
Jenis Imunisasi
|
≤ 7 Hari
|
Hepatitis B (HB) 0
|
1 Bulan
|
BCG, Polio 1
|
2 Bulan
|
DPT/HB 1, Polio 2
|
3 Bulan
|
DPT/HB 2, Polio 3
|
4 Bulan
|
DPT/HB 3, Polio 4
|
9 Bulan
|
Campak
|
2. 6 Rawat Gabung
1.
Pengertian
Menurut Muslihatun (2010) menyatakan bahwa rawat gabung adalah satu cara
perawatan ibu beserta bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan
ditempatkan dalam sebuah ruang, kamar, atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam
seharinya.
2.
Tujuan rawat
gabung :
1)
Membina hubungan emosional antara
ibu dan bayi.
2)
Meningkatkan penggunaan ASI.
3)
Mencegah infeksi dan pendidikan
kesehatan bagi ibu.
4)
Ibu dapat menyusui bayinya sedini
mungkin, kapan saja dan dimana saja bayi membutuhkannya.
5)
Ibu dapat melihat dan memahami cara
perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas.
6)
Ibu mempunyai pengalaman dalam
merawat bayinya.
7)
Dapat melibatkan suami secara aktif
untuk membantu ibu dalam menyusui bayinya secara baik dan benar.
8)
Ibu mendapatkan kehangatan
emosional/batin karena selalu kontak dengan bayinya.
3.
Sasaran dan
syarat dilakukannya rawat gabung adalah sebagai berikut :
1)
Bayi lahir spontan baik presentasi
kepala maupun bokong.
2)
Apabila bayi lahir dengan tindakan
maka rawat gabung bisa dilakukan setelah bayi cukup sehat, reflex menghisap
baik, tidak ada tanda-tanda infeksi dan lain-lain.
3) Bayi yang lahir secara section caesaria (SC) dengan pembiusan
umum, rawat gabung dilakukan setelah ibu sadar dan bayi tidak mengantuk, 4-6
jam setelah operasi selesai.
4)
Bayi tidak asfiksia setelah 5 menit
pertama (nilai APGAR ≥ 7).
5)
Usia kehamilan ≥ 37 minggu atau
lebih.
6)
Berat bayi lahir ≥ 2.500 gram.
7)
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
intrapartum.
8)
Bayi dan ibu dalam keadaan sehat.
4.
Sementara
ibu, kondisi-kondisi bayi yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukannya rawat
gabung adalah sebagai berikut :
1) Bayi yang
sangat premature.
2) Berat lahir
< 2.000 gram
3) Bayi dengan
sepsis.
4) Bayi dengan
gangguan nafas.
5) Bayi dengan
cacat bawaan
6) Ibu dengan
infeksi berat (antara lain tuberculosis, sepsis). BBL tidak boleh dilakukan
rawat gabung, apabila keadaan ibu atau keadaan bayi tidak memungkinkan.
Kontra
indikasi rawat gabung dari keadaan ibu, antara lain status kardiorespirasi
tidak normal (ibu dengan decompensatio
cordis tingkat III dianjurkan untuk menyusui), pasca eklampsi kesadaran
belum baik, infeksi akut (tuberculosis aktif), hepatitis, HIV/AIDS,
cytomegalovirus (CMV), herpes, kanker payudara dan psikosis. Kontra indikasi
dari keadaan bayi antara lain bayi kejang/kesadaran menurun, penyakit
jantung/paru berat, bayi yang memerlukan perawatan khusus/pengawasan intensif
serta bayi dengan cacat bawaan tidak mampu menetek.
5. Pelaksanaan Rawat Gabung
1)
Di poliklinik kebidanan.
Kegiatan rawat gabung bisa dimulai
sejak ibu memeriksakan kehamilan di poliklinik kebidanan, antara lain kegiatna
penyuluhan pemutaran film di ruangan khusus, konsultasi kesehatan ibu dan bayi.
2)
Di Ruang Bersalin
Kegiatan rawat gabung di ruang
bersalin bisa dilakukan apabila bayi memnuhi beberapa criteria berikut ini :
nilai APGAR ≥ 7, berat badan lahir 2500-4000 gram, usia kehamilan 37 sampai 42
minggu, bayi lahir spontan, tidak ada infeksi intrapartum, ibu sehat, tidak ada
komplikasi persalinan pada ibu dan bayi, tidak ada kelainan bawaan berat. Dalam
setengah jam setelah lahir bayi segera disusukan, ibu diberikan penyuluhan
tentang ASI dan rawat gabung, persiapan ibu dan bayi ke ruang perawatan.
3)
Di Ruang Perawatan
Meletakkan bayi dalam boks bayi di
samping tempat tidur ibu, mengawasi keadaan bayi dalam boks bayi, di samping
tempat tidur ibu, mengawasi keadaan umum bayi, catat dalam status. Bayi boleh
menetek setiap kali, tidak boleh diberi susu botol, jika ada indikasi medis
pemberian susu formula, berikan dengan pipet, sendok, cangkir atau naso gastric tube (NGT), memantau ibu
meneteki bayi, penyuluhan sebelum ibu dan bayi pulang.
4)
Poliklinik Anak
Menimbang berat badan, memeriksa payudara dan proses
laktasi, mengkaji makanan bayi, memeriksa keadaan ASI, penyuluhan makanan dan
perawatan bayi, memeriksa jadwal makanan bayi, pemeriksaan bayi oleh dokter
serta memberikan imunisasi sesuai jadwal.
6.
Manfaat
Rawat Gabung
1)
Fisik
Mengurangi infeksi silang dari pasien lain atau
petugas, dengan menyusu dini kolostrum dapat memberikan kekebalan, ibu dapat
dengan mudah mengetahui perubahan yang terjadi pada bayinya karena setiap saat
dapat melihat bayinya.
2)
Fisiologis
Bayi banyak mendapat nutrisi secara fisiologis, antara
lain bayi banyak mendapatkan nutrisi secara fisiologis dan membantu proses
involusi uterus.
3) Psikologis
Terjalin proses lekat akibat
sentuhan badaniah antara ibu dan bayinya, bayi merasa aman dan terlindungi.
4) Edukatif
Ibu mempunyai pendidikan dan
pengalaman yang berguna sehingga mampu menyusui dan merawat bayinya.
5) Ekonomi
Penghematan anggaran dan pengeluaran
untuk pembelian susu buatan.
6) Medis
Menurunkan terjadinya infeksi
nosokomial, menurunkan angkan mortalitas dan morbiditas.
7. Keuntungan Rawat Gabung
1)
Menggalakkan pemakaian ASI.
2)
Hubungan emosional ibu dan bayi
lebih dini dan dekat.
3)
Ibu dapat segera melaporkan keadaan
aneh pada bayi.
4)
Mengurangi ketergantungan ibu pada
petugas dan meningkatkan percaya diri.
5)
Ibu bisa belajar merawat bayi.
6)
Ibu dapat bertukar pengalaman dengan
ibu lain.
7)
Risiko infeksi silang dan nosokomial
berkurang.
8)
Beban perawatan terutama pengawasan
berkurang, sehingga petugas bisa melakukan tugas lain.
8.
Kerugian
Rawat Gabung
1)
Kemungkinan ibu kurang beristirahat.
2)
Ibu bisa salah memberikan makanan
kepada bayi karena pengaruh orang lain.
3)
Pada ibu yang kurang menjaga
kebersihan diri, bayi dan ibu akan mudah sakit.
4) Bayi dapat terkena infeksi dari
pengunjung serta kadang ada hambatan tekniks dan fasilitas dalam pelaksanaan.
9.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan rawat gabung :
1)
Peranan sosial budaya
Kemajuan teknologi perkembangan industry, urbanisasi,
dan pengaruh kebudayaan barat menyebabkan pergeseran niat sosial budaya
masyarakat. Memberikan susu formula dianggap modern karena dapat menyamakan
kedudukan seorang ibu golongan bawah dengan ibu-ibu golongan atas. Ketakutan
akan mengendurnya payudara menyebabkan ibu enggan menyusui bayinya. Bagi ibu
yang sibuk dengan urusan di luar rumah, hal ini dapat menghambat usaha
peningkatan penggunaan ASI.
2)
Ekonomi
Beberapa wanita memilih bekerja di luar rumah. Hal ini
dilakukan bukan karena tuntutan ekonomi, melainkan karena status prestise atau
memang dirinya dibutuhkan.
3)
Peranan tata laksanan RS/RB
Peranan tata laksana yang menyangkut kebijakan RS/RB
sangat penting, mengingat saat ini banyak ibu menginginkan untuk bersalin di
pelayanan kesehatan yang lebih baik.
4)
Dalam diri ibu sendiri
a.
Keadaan gizi ibu
b.
Pengalaman/sikap ibu terhadap
menyusui
c.
Keadaan emosi
d.
Keadaan payudara
e.
Peran masyarakat dan pemerintah
(Dewi, 2010)
10. Kebijakan pemerintah RI
a. Setiap bayi berhak mendapatkan ASI
eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis (pasal
128 ayat 1 UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan).
b. Selama pemberian ASI, baik pihak
keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi
secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus (pasal 128 ayat 2 UU
No.36 tahun 2009 tentang kesehatan).
c. Pembangunan diarahkan pada meningkatnya
mutu SDM. Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam
kandungan disertai dengan pemberian ASI sejak usia dini (GBHN 1999-2004 dan
Program Pembangunan Nasional-Propernas).
d. Menganjurkan menyusui secara
eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan dan pemberian ASI sampai anak berusia 2
tahun.
e.
Melaksanakan rawat gabung di tempat
persalinan milik pemerintah maupun swasta.
f.
Meningaktkan kemampuan petugas
kesehatan dalam hal peningkatan pemberian ASI (PP ASI) sehingga petugas tersebut
terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.
g.
Pencanangan peningkatan penggunaan
ASI secara nasional pada peringatan hari ibu ke-62 (tahun 1990).
h.
Upaya penerapan sepuluh langkah
untuk berhasilnya program menyusui di semua RS, RB, dan puskesmas dengan tempat
tidur (Dewi, 2010).
Pelaksanaan
rawat gabung, bayi ditempatkan bersama ibunya dalam suatu rungan sedemikian
rupa sehingga ibu dapat melihat dan menjangkaunya kapan saja. Bayi dapat
diletakkan di tempat tidur bersama ibunya atau dalam boks di samping tempat
tidur ibu, yang terpenting adalah ibu harus melihat dan mengawasi bayinya, saat
bayinya menangis karena lapar, kencing, atau digigit nyamuk. Tangis bayi
merupakan rangsangan sendiri bagi ibu untuk memproduksi ASI.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada saat lahir, bayi baru lahir akan mengalami masa yang paling dinamis
dari seluruh siklus kehidupan. Bayi mengalami suatu proses perubahan dikenal
sebagai periode transisi yaitu periode yang dimulai ketika bayi keluar dari
tubuh ibu harus beradaptasi dari keadaan yang sangat bergantung menjadi mandiri
secara fisiologis, selama beberapa minggu untuk sistem organ
tertentu.
Jadi adaptasi merupakan suatu penyesuaian bayi baru lahir dari dalam uterus
keluar uterus, prosesnya disebut periode transisi atau masa
transisi. Secara keseluruhan, adaptasi diluar uterus harus merupakan
sebagai proses berkesinambungan yang terjadi selama keseluruhan.
Maka pada setiap kelahiran, bidan harus memikirkan tentang faktor-faktor
kehamilan atau persalinan yang dapat menyebabkan gangguan pada jam-jam pertama
kehidupan diluar rahim seperti partus lama, trauma lahir,
infeksi, keluar mekunium, penggunaan obat-obatan.
3.2 Saran
Jika
ada kesalahan dan kekeliruan pada makalah ini maka kami meminta kritik maupun
saran yang membangun dari pembaca agar bisa lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Rukiyah, Ai
Yeyeh & Lia Yulianti. Asuhan neonatus, bayi dan anak balita. 2010.
Jakarta; Trans Info Media
Dewi, Vivian
Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta;
Salemba Medik.
Muslihatun,
Wafi Nur.2010. Asuhan Neonatus Bayi dan
Balita.Yogyakarta : Fitramaya.
Dewi.Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta : Salemba Medika.
Sudarti dan Khoirunisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak
Balita. Yogyakarta : Nuha Medika.
Komentar
Posting Komentar